Rabu, 15 Juni 2011

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN BAHAN BAKU JATROPHA CURCAS ( JARAK PAGAR ) By : Ira Syahirah, SSi “ A Researcher Biodiesel

biodiselPROSES PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN BAHAN BAKU JATROPHA CURCAS ( JARAK PAGAR ) By : Ira Syahirah, SSi “ A Researcher Biodiesel “ I. Mengenal Jatropha curcas 1. Mengapa Jatropha curcas ? Jatropha curcas (jarak pagar) merupakan salah satu tanaman yang paling prospektif untuk diproses menjadi Biodiesel karena selain relatif mudah ditanam, toleransinya tinggi terhadap berbagai jenis tanah dan iklim, produksi minyak tinggi, serta minyak yang dihasilkan tidak dapat dikonsumsi oleh manusia sehingga tidak mengalami persaingan dengan minyak untuk pangan. Minyak jarak pagar berwujud cairan bening berwarna kuning dan tidak menjadi keruh sekalipun disimpan dalam jangka waktu lama. Tanaman Jatropha curcas (jarak pagar) termasuk tanaman semak dari keluarga Euphorbiaceae yang tumbuh cepat dengan ketinggian mencapai 3 – 5 meter. Umumnya, seluruh bagian dari tanaman ini mengandung racun sehingga hampir tidak memiliki hama. Tanaman ini mulai berbuah pada umur 5 bulan, dan mencapai produktivitas penuh pada umur 5 tahun. Buahnya berbentuk elips dengan panjang sekitar 1 inchi (sekitar 2,5 cm) dan mengandung 2 – 3 biji. Usia Jatropha curcas apabila dirawat dengan baik, dapat mencapai 50 tahun. 2. Penanaman Penanaman jarak pagar dapat dilakukan sebagai berikut : - Penanaman dilakukan pada awal atau sebelum musim hujan. Tinggi bibit dari persemaian sudah mencapai minimal 30 cm. - Lapangan dibersihkan dan dibuat lubang 30 cm x 30 cm x 30 cm, jarak tanam 2m x 2 m, lalu dibiarkan selama 2 – 3 minggu. - Setelah bibit ditanam, bulan berikutnya dilakukan pembersihan gulma setiap bulan sampai 4 bulan berikutnya. - Pemupukan pada tahun pertama dilakukan 1/3 dosis dan tahun selanjutnya dengan dosis penuh. Dosis tersebut adalah 50 kg urea, 150 kg SP-36, dan 50 kg KCl / ha. Pada tanah yg kurang subur harus diberi kompos atau pupuk kandang sebanyak 2,5 – 5 ton / ha. Porsi urea dan KCl bisa ditingkatkan sampai maksimum 2 kali lipat. - Pemangkasan dilakukan sejak tanaman mencapai tinggi 1 m (umur 1 tahun). Pemangkasan pada ketinggian 20 cm dari pangkal batang, dilakukan setiap tahun untuk setiap trubusan baru. 3. Panen dan Pasca Panen Panen biji perlu dilakukan secara benar agar tidak diperoleh biji hampa, kadar minyak rendah, dan bahkan akan menyebabkan minyak menjadi asam. Berikut beberapa cara penanganan biji di lapangan : - Panen dilakukan pada buah yang telah masak dengan ciri kulitnya hitam atau kulit buah terbuka. - Cara pemanenan yang efisien, yaitu buah diambil per malai dengan syarat jumlah buah yang matang lebih banyak dari buah mentah. - Buah sebelum disimpan terlebih dahulu dikeringkan untuk keperluan produksi minyak. Buah dapat langsung dikeringkan di bawah sinar matahari setiap hari sampai kulit buah mudah dipisahkan dari biji secara manual, tetapi untuk benih cukup diangin – anginkan atau dikeringkan di dalam oven suhu 60­ 0C. - Pemisahan kulit buah dilakukan dengan menggunakan tangan atau mesin. Selanjutnya, biji dikeringkan setiap hari sampai benar – benar kering (kadar air 7 – 10 %). Setelah kering, biji disimpan di dalam kantong plastik. Kantong – kantong plastik tersebut dimasukkan ke dalam karung plastik yang ditutup rapat menggunakan tali, kemudian disimpan di atas lantai beralas bata atau papan. Kemasan harus dihindarkan dari kontak langsung dengan lantai agar tidak lembab. 4. Produktivitas Jatropha curcas Produktivitas biji Jatropha curcas bergantung kepada kesuburan tanah. Seperti tanaman lainnya, semakin subur lahan maka produktivitasnya juga tinggi. Meskipun demikian, tanaman ini memiliki kelebihan yaitu dapat bertahan hidup dalam kondisi kekeringan yang ekstrim. Menurut Hartono, 2006, produksi biji per hektar pada tanah normal sebesar 2.500 kg, dapat menghasilkan minyak sekitar 30 – 35 % atau 830 kg. Dan menurut Syah, 2006, 75 kg minyak jarak pagar menghasilkan 71,88 kg biodiesel. Dari kedua data tersebut di atas dapat diperkirakan bahwa untuk memproduksi biodiesel sebanyak 8 ton, diperlukan biji ± 25.000 kg. Menurut Hartono, 2006, pada tanah normal dengan jarak tanam 2m x 2m yang jumlah tanamannya per hektar berkisar 2.500 tanaman, dan produksi biji per pohon per tahun adalah ± 5 kg. Sehingga biji sebanyak 25.000 kg ( pabrik kapasitas 8 ton ) diperlukan lahan sekitar 740 hektar. II. Proses Pembuatan Biodiesel dari Jatropha curcas Dalam proses pengolahan biji jarak menjadi biodiesel, dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu : 1. Proses Pembuatan Crude Jatropha Oil (CJO) - Biji jarak dibersihkan dari kotoran dengan cara dicuci secara manual atau masinal (dengan mesin). - Biji direndam sekitar 5 menit di dalam air mendidih, kemudian ditiriskan sampai air tidak menetes lagi. - Biji dikeringkan dengan menggunakan alat pengering atau dijemur di bawah matahari sampai cukup kering, kemudian biji tersebut dimasukkan ke dalam mesin pemisah untuk memisahkan daging biji dari kulit bijinya. - Daging biji yang telah terpisah dari kulitnya, digiling dan siap untuk dipres. Lama tenggang waktu dari penggilingan ke pengepresan diupayakan sesingkat mungkin untuk menghindari oksidasi. - Proses pengepresan biasanya meninggalkan ampas yang masih mengandung 7 – 10 % minyak. Oleh sebab itu, ampas dari proses pengepresan dilakukan proses ekstraksi pelarut, sehingga ampasnya hanya mengandung minyak kurang dari 0,1% dari berat keringnya. Pelarut yang biasa digunakan adalah pelarut n – heksan dengan rentang didih 60 – 70 0C. - Tahap ini menghasilkan Crude Jatropha Oil (CJO), yang selanjutnya akan diproses menjadi Jatropha Oil (JO). 2. Proses Pembuatan Biodiesel a. Reaksi Esterifikasi CJO mempunyai komponen utama berupa trigliserida dan asam lemak bebas. Asam lemak bebas harus dihilangkan terlebih dahulu agar tidak mengganggu reaksi pembuatan biodiesel (reaksi transesterifikasi). Penghilangan asam lemak bebas ini dapat dilakukan melalui reaksi esterifikasi. Secara umum reaksi esterifikasi adalah sebagai berikut : (Klik di sini) Pada reaksi ini asam lemak bebas direaksikan dengan metanol menjadi biodiesel sehingga tidak mengurangi perolehan biodiesel. Tahap ini menghasilkan Jatropa Oil (JO) yang sudah tidak mengandung asam lemak bebas, sehingga dapat dikonversi menjadi biodiesel melalui reaksi transesterifikasi. b. Reaksi Transesterifikasi Reak

MINYAK KEDELAI SEBAGAI SUMBER BIODISEL



Latar Belakang

Sebagaimana diketahui bahan bakar dari fosil terbatas sedangkan permintaan terhadap energi meningkat, maka riset untuk bahan bakar alternatif yang dapat diperbaharui. terus meningkat. Biodiesel, sebagai satu minyak diesel alternatif, terdiri dari rantai panjang ester asam lemak (FAME) yang diturunkan dari minyak nabati lemak hewan, ini menjadi lebih menarik oleh karena manfaatnya dalam lingkungan dan fakta bahwa itu dibuat dari sumber yang dapat diperbaharui. Mengingat biodegradabilitasnya dan tidak beracun, produksi biodiesel dianggap menguntungkan juga menurunkan penurunan emisi CO, SOx, hidrokarbon dan materi partikulat tidak dibakar selama proses pembakaran.
Biodiesel disintesis dari transesterifikasi langsung minyak nabati, di mana trigliserida bereaksi dengan alkohol rantai yang pendek dengan adanya katalisator. Reaksi transesterifikasi dapat digambarkani sebagai berikut:

Biodiesel komersil dihasilkan dari sumber dapat diperbaharui yang termasuk minyak rapa dan minyak kedelai, yang yang terdiri atas C14–C20 trigliserida asam lemak. Trigliserida-trigliserida ini dikonversi (diubah) menjadi alkil ester dan gliserol oleh reaksi transesterifikasi dengan alkohol rantai pendek, pada umumnya metanol. Transesterifikasi minyak nabati dengan metanol dapat dilakukan dengan katalis asam atau basa.
Normalnya, kebanyakan biodiesel disediakan dengan menggunakan katalis basa homogen, seperti kalium hidroksida, natrium hidroksida, seperti juga alkoksi kalium dan sodium. Meskipun demikian katalis asam asam cocok jika minyak nabati mempunyai kandungan asam lemak bebas yang tinggi dan lebih banyak air, waktu untuk bereaksi itu sangat lama (48–96 jam ) bahkan pada titik didih alkohol, dan perbandingan molar yang antara metanol/minyak (30– 150:1). katalisis basa lebih disukai dibanding katalis asam yang menggunakan asam sulfonat atau hidroklorik asam, karena bersifat korosif dan aktivitas yang lebih rendah. Secara industri, hidroksida-hidroksida sodium atau kalium adalah biasanya yang terpilih sebagai katalis karena relatif murah dan juga sangat aktif tetapi agak sulit untuk menghilangkan dan memisahkan katalis dengan produk. Oleh karena itu perlu dikembangkan katalis heterogen.

Hasil Studi Beberapa Peneliti Tentang Katalis Yang Digunakan
Ramalinga et al. Melaporkan bahwa yodium dapat mengkatalisasi transesterifikasi minyak nabati dengan metanol di bawah temperatur yang rendah. Haitao dan Wenlei Xie (2007) melakukan studi penggunaan katalis logam/I2, terutama Zn/I2, ternyata didapat hasil bahwa Zn/I2 mengkatalisasi transesterifikasi dari minyak kedelai dengan metanol secara efisien pada suhu rendah.
Keuntungan metoda iini adalah: operasinya sederhana, suhu operasi yang digunakan rendah dan konversinya tinggi.
Banyak jenis-jenis dari katalis heterogen, seperti basa oksida logam alkali tanah berbagai senyawa logam alkali mendukung alumina atau zeolit dapat mengkatalisasi reaksi transesterifikasi. Urutan aktivitas antar katalis oksida alkali tanah seperti berikut BaO > SrO > CaO >MgO. MgO mempunyai aktivitas rendah di dalam transesterifikasi minyak nabati menjadi biodiesel. CaO menghasilkan suatu laju reaksi yang lambat dan diperlukan sekitar 2 jam untuk mencapai keadaan setimbangan. Peterson melaporkan CaO-MgO menghasilkan aktivitas katalitis yang lebih tinggi dibanding serbuk CaO untuk mengubah bentuk minyak rapa menjadi biodiesel, tetapi MgO menyebabkan pembentukan sabun di pada proses reaksi. BaO tidak sesuai untuk proses ini karena ini berbahaya dan dapat dilarutkan oleh metanol [21–24]. Untuk kebanyakan katalis alkali, unsur yang aktif akan dengan mudah berkarat dengan metanol dan mereka memperlihatkan umur hidup katalisator pendek.
SrO dapat mempercepat banyak reaksi kimia, seperti pasangan oksidatif metana (gas), oksidasi selektif sejenis metan, reaksi nitroaldol dan campuran reaksi tishchenko. Ini tidak larut di dalam metanol, metil ester minyak nabati. Beberapa studi menggunakan SrO sebagai suatu katalisator basa padat untuk menghasilkan biodiesel.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan SrO sempurna yang dipertunjukkan aktivitas dan stabilitas katalitis karena sifat basa yang kuat dan memiliki waktu hidup katalisator yang lama, dan karena tak larut larut di dalam metanol. Sebagai suatu katalisator basa yang padat, SrO mengurangi biaya produksi biodiesel dan memiliki potensi untuk diterapkan yang pada industri pada transesterifikasi dari minyak nabati menjadi biodiesel. (Xuejun Liu, Huayang He, Yujun Wang dan Shenlin Zhu, 2007)

Referensi :

Xuejun Liu, Huayang He, Yujun Wang dan Shenlin Zhu, 2007. Transesterification of soybean oil to biodiesel using SrO as a solid base catalyst. Catalysis Communications 8 (2007):1107–1111.

Rabu, 06 April 2011

reaksi analisa protein

Reaksi Analisa Protein

Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu ; Secara kualitatif terdiri atas ; reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi. Secara kuantitatif terdiri dari ; metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry, metode spektrofotometri visible (Biuret), dan metode spektrofotometri UV.
Analisa Kualitatif
1. Reaksi Xantoprotein
Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Reaksi ini positif untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan.
2. Reaksi Hopkins-Cole
Larutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam air. Setelah dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan perlahan-lahan sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin ungu pada batas antara kedua lapisan tersebut.
3. Reaksi Millon
Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna.
4. Reaksi Natriumnitroprusida
Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna merah dengan protein yang mempunyai gugus –SH bebas. Jadi protein yang mengandung sistein dapat memberikan hasil positif.
5. Reaksi Sakaguchi
Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan natriumhipobromit. Pada dasarnya reaksi ini memberikan hasil positif apabila ada gugus guanidin. Jadi arginin atau protein yang mengandung arginin dapat menghasilkan warna merah.
6. Metode Biuret
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawasenyawa yang mengandung gugus amida asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah violet atau biru violet.
Analisa Kuantitatif
Analisis protein dapat digolongkan menjadi dua metode, yaitu: Metode konvensional, yaitu metode Kjeldahl (terdiri dari destruksi, destilasi, titrasi), titrasi formol. Digunakan untuk protein tidak terlarut.
Metode modern, yaitu metode Lowry, metode spektrofotometri visible, metode spektrofotometri UV. Digunakan untuk protein terlarut.
1. Metode Kjeldahl
Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan alkali dengan kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.
Penetapan Kadar
Prosedur :
1. Timbang 1 g bahan yang telah dihaluskan, masukkan dalam labu Kjeldahl (kalau kandungan protein tinggi, misal kedelai gunakan bahan kurang dari 1 g).
2. Kemudian ditambahkan 7,5 g kalium sulfat dan 0,35 g raksa (II) oksida dan 15 ml asam sulfat pekat.
3. Panaskan semua bahan dalam labu Kjeldahl dalam lemari asam sampai berhenti berasap dan teruskan pemanasan sampai mendidih dan cairan sudah menjadi jernih. Tambahkan pemanasan kurang lebih 30 menit, matikan pemanasan dan biarkan sampai dingin.
4. Selanjutnya tambahkan 100 ml aquadest dalam labu Kjeldahl yang didinginkan dalam air es dan beberapa lempeng Zn, tambahkan 15 ml larutan kalium sulfat 4% (dalam air) dan akhirnya tambahkan perlahan-lahan larutan natrium hidroksida 50% sebanyak 50 ml yang telah didinginkan dalam lemari es.
5. Pasanglah labu Kjeldahl dengan segera pada alat destilasi. Panaskan labu Kjeldahl perlahan-lahan sampai dua lapis cairan tercampur, kemudian panaskan dengan cepat sampai mendidih.
6. Destilasi ditampung dalam Erlenmeyer yang telah diisi dengan larutan baku asam klorida 0,1N sebanyak 50 ml dan indicator merah metil 0,1% b/v (dalam etanol 95%) sebanyak 5 tetes, ujung pipa kaca destilator dipastikan masuk ke dalam larutan asam klorida 0,1N.
7. Proses destilasi selesai jika destilat yang ditampung lebih kurang 75 ml. Sisa larutan asam klorida 0,1N yang tidak bereaksi dengan destilat dititrasi dengan larutan baku natrium hidroksida 0,1N. Titik akhir titrasi tercapai jika terjadi perubahan warna larutan dari merah menjadi kuning. Lakukan titrasi blanko.
Kadar Protein
Kadar protein dihitung dengan persamaan berikut :
Keterangan :
Fk : faktor koreksi
Fk N : 16
2. Metode Titrasi Formol
Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH) lalu ditambahkan formalin akan membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah p.p., akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik.
3. Metode Lowry
Prosedur :
Pembuatan reagen Lowry A : Merupakan larutan asam fosfotungstat-asam fosfomolibdat dengan perbandingan (1 : 1)
Pembuatan reagen Lowry B :
Campurkan 2% natrium karbonat dalam 100 ml natrium hidroksida 0,1N. Tambahkan ke dalam larutan tersebut 1 ml tembaga (II) sulfat 1% dan 1 ml kalium natrium tartrat 2%.
Penetapan Kadar
a. Pembuatan kurva baku
Siapkan larutan bovin serum albumin dengan konsentrasi 300 µg/ml (Li). Buat seri konsentrasi dalam tabung reaksi, misal dengan komposisi berikut :
Tambahkan ke dalam masing-masing tabung 8 ml reagen Lowry B dan biarkan selama 10 menit, kemudian tambahkan 1 ml reagen Lowry A. Kocok dan biarkan selama 20 menit. Baca absorbansinya pada panjang gelombang 600 nm tehadap blanko. (Sebagai blanko adalah tabung reaksi no.1 pada tabel di atas)
b. Penyiapan Sampel
Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin, endapkan dahulu dengan penambahan amonium sulfat kristal (jumlahnya tergantung dari jenis proteinnya, kalau perlu sampai mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam larutan). Pisahkan protein yang mengendap dengan sentrifus 11.000 rpm selama 10 menit, pisahkan supernatannya. Presipitat yang merupakan proteinnya kemudian dilarutkan kembali dengan dapar asam asetat pH 5 misal sampai 10,0 ml. Ambil volume tertentu dan lakukan penetapan selanjutnya seperti pada kurva baku mulai dari penambahan 8 ml reagen Lowry A sampai seterusnya.
4. Metode Spektrofotometri Visible (Biuret)
Prosedur :
Pembuatan reagen Biuret :
Larutkan 150 mg tembaga (II) sulfat (CuSO4. 5H2O) dan kalium natrium tartrat (KNaC4H4O6. 4H2O) dalam 50 ml aquades dalam labu takar 100 ml. Kemudian tambahkan 30 ml natrium hidroksida 10% sambil dikocok-kocok, selanjutnya tambahkan aquades sampai garis tanda.
Pembuatan larutan induk bovin serum albumin (BSA):
Ditimbang 500 mg bovin serum albumin dilarutkan dalam aquades sampai 10,0 ml sehingga kadar larutan induk 5,0% (Li). Penetapan kadar (Metode Biuret) :
Pembuatan kurva baku :
Dalam kuvet dimasukkan larutan induk, reagen Biuret dan aquades misal dengan komposisi sebagai berikut:
Setelah tepat 10 menit serapan dibaca pada ë 550 nm terhadap blanko yang terdiri dari 800 µL reagen Biuret dan 200 µL aquades.
Cara mempersiapkan sampel :
Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin, endapkan dahulu dengan penambahan amonium sulfat kristal (jumlahnya tergantung dari jenis proteinnya, kalau perlu sampai mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam larutan). Pisahkan protein yang mengendap dengan sentrifus 11.000 rpm selama 10 menit, pisahkan supernatannya. Presipitat yang merupakan proteinnya kemudian dilarutkan kembali dengan dapar asam asetat pH 5 misal sampai 10,0 ml. Ambil sejumlah µL larutan tersebut secara kuantitatif kemudian tambahkan reagen Biuret dan jika perlu tambah dengan dapar asetat pH 5 untuk pengukuran kuantitatif.
Setelah 10 menit dari penambahan reagen Biuret, baca absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm terhadap blanko yang berisi reagen Biuret dan dapar asetat pH 5. Perhatikan adanya faktor pengenceran dan absorban sampel sedapat mungkin harus masuk dalam kisaran absorban kurva baku.
5. Metode Spektrofotometri UV
Asam amino penyusun protein diantaranya adalah triptofan, tirosin dan fenilalanin yang mempunyai gugus aromatik. Triptofan mempunyai absorbsi maksimum pada 280 nm, sedang untuk tirosin mempunyai absorbsi maksimum pada 278 nm. Fenilalanin menyerap sinar kurang kuat dan pada panjang gelombang lebih pendek. Absorpsi sinar pada 280 nm dapat digunakan untuk estimasi konsentrasi protein dalam larutan. Supaya hasilnya lebih teliti perlu dikoreksi kemungkinan adanya asam nukleat dengan pengukuran absorpsi pada 260 nm. Pengukuran pada 260 nm untuk melihat kemungkinan kontaminasi oleh asam nukleat. Rasio absorpsi 280/260 menentukan faktor koreksi yang ada dalam suatu tabel.
Kadar protein mg/ml = A280 x faktor koreksi x pengenceran
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Protein. (http://www.wikipedia.com) diakses tanggal 12 Oktober 2008.
Sudarmaji, S, dkk. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty: Yogyakarta.
Page, D.S. 1997. Prinsip-prinsip Biokimia. Erlangga: Jakarta.
Santoso, H. 2008. Protein dan Enzim. (http://www.heruswn.teachnology. com) diakses tanggal 12 Oktober 2008.
Sloane, E. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Anonim. 2007. Manfaat Protein dalam Kehidupan Sehari-hari. (http://www.blogger.com) diakses tanggal 12 Oktober 2008
Sudjadi, A. dan Rohman. 2004. Analisis Obat dan Makanan cetakan I. Yogyakarta: Yayasan Farmasi Indonesia.
Apriyantono, A. dkk. 1989. Analisis Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB.
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit UI-Press.
Kamal, M. 1991. Nutrisi Ternak Dasar. Laboratorium Makanan Ternak, Yogyakarta: UGM-Press

Rabu, 09 Maret 2011

ASAM KARBOKSILAT

Asam karboksilat dan turunannya


Asam organik yang paling penting adalah asam-asam karboksilat. Gugus fungsinya adalah gugus karboksil, kependekan dari dua bagian yaitu gugus karbonil dan hidroksil. Rumus asam karboksilat dapat dipanjang dan atau dipendekkan seperti :
gambar_12_10
Ciri-ciri asam karboksilat
-         Mengandung gugus COOH yang terikat pada gugus alkil (R-COOH) maupun gugus aril (Ar-COOH)
-         Kelarutan sama dengan alkohol
-         Asam dengan jumlah C 1 – 4 : larut dalam air
-         Asam dengan jumlah C = 5    : sukar larut dalam air
-         Asam dengan jumlah C > 6    : tidak larut dalam air
-         Larut dalam pelarut organik seperti eter, alkohol, dan benzen
-         TD asam karboksilat > TD alkohol dengan jumlah C sama.
Contoh : asam format = HCOOH
-         Sifat fisika : cairan, tak berwarna, merusak kulit, berbau tajam, larut dalam H2O dengan sempurna.
-         Penggunaan : untuk koagulasi lateks, penyamakkan kulit, industri tekstil, dan fungisida.
Contoh lain :asam asetat = CH3-COOH
-         Sifat : cair, TL 17oC, TD 118oC, larut dalam H2O dengan sempurna
-         Penggunaan : sintesis anhidrat asam asetat, ester, garam, zat warna, zat wangi, bahan farmasi, plastik, serat buatan, selulosa dan sebagai penambah makanan.
Pembuatan asam karboksilat
-         Oksidasi alkohol primer
-         Oksidasi alkil benzen
-         Carbonasi Reagen Grignard
-         Hidrolisin nitril