Rabu, 15 Juni 2011

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN BAHAN BAKU JATROPHA CURCAS ( JARAK PAGAR ) By : Ira Syahirah, SSi “ A Researcher Biodiesel

biodiselPROSES PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN BAHAN BAKU JATROPHA CURCAS ( JARAK PAGAR ) By : Ira Syahirah, SSi “ A Researcher Biodiesel “ I. Mengenal Jatropha curcas 1. Mengapa Jatropha curcas ? Jatropha curcas (jarak pagar) merupakan salah satu tanaman yang paling prospektif untuk diproses menjadi Biodiesel karena selain relatif mudah ditanam, toleransinya tinggi terhadap berbagai jenis tanah dan iklim, produksi minyak tinggi, serta minyak yang dihasilkan tidak dapat dikonsumsi oleh manusia sehingga tidak mengalami persaingan dengan minyak untuk pangan. Minyak jarak pagar berwujud cairan bening berwarna kuning dan tidak menjadi keruh sekalipun disimpan dalam jangka waktu lama. Tanaman Jatropha curcas (jarak pagar) termasuk tanaman semak dari keluarga Euphorbiaceae yang tumbuh cepat dengan ketinggian mencapai 3 – 5 meter. Umumnya, seluruh bagian dari tanaman ini mengandung racun sehingga hampir tidak memiliki hama. Tanaman ini mulai berbuah pada umur 5 bulan, dan mencapai produktivitas penuh pada umur 5 tahun. Buahnya berbentuk elips dengan panjang sekitar 1 inchi (sekitar 2,5 cm) dan mengandung 2 – 3 biji. Usia Jatropha curcas apabila dirawat dengan baik, dapat mencapai 50 tahun. 2. Penanaman Penanaman jarak pagar dapat dilakukan sebagai berikut : - Penanaman dilakukan pada awal atau sebelum musim hujan. Tinggi bibit dari persemaian sudah mencapai minimal 30 cm. - Lapangan dibersihkan dan dibuat lubang 30 cm x 30 cm x 30 cm, jarak tanam 2m x 2 m, lalu dibiarkan selama 2 – 3 minggu. - Setelah bibit ditanam, bulan berikutnya dilakukan pembersihan gulma setiap bulan sampai 4 bulan berikutnya. - Pemupukan pada tahun pertama dilakukan 1/3 dosis dan tahun selanjutnya dengan dosis penuh. Dosis tersebut adalah 50 kg urea, 150 kg SP-36, dan 50 kg KCl / ha. Pada tanah yg kurang subur harus diberi kompos atau pupuk kandang sebanyak 2,5 – 5 ton / ha. Porsi urea dan KCl bisa ditingkatkan sampai maksimum 2 kali lipat. - Pemangkasan dilakukan sejak tanaman mencapai tinggi 1 m (umur 1 tahun). Pemangkasan pada ketinggian 20 cm dari pangkal batang, dilakukan setiap tahun untuk setiap trubusan baru. 3. Panen dan Pasca Panen Panen biji perlu dilakukan secara benar agar tidak diperoleh biji hampa, kadar minyak rendah, dan bahkan akan menyebabkan minyak menjadi asam. Berikut beberapa cara penanganan biji di lapangan : - Panen dilakukan pada buah yang telah masak dengan ciri kulitnya hitam atau kulit buah terbuka. - Cara pemanenan yang efisien, yaitu buah diambil per malai dengan syarat jumlah buah yang matang lebih banyak dari buah mentah. - Buah sebelum disimpan terlebih dahulu dikeringkan untuk keperluan produksi minyak. Buah dapat langsung dikeringkan di bawah sinar matahari setiap hari sampai kulit buah mudah dipisahkan dari biji secara manual, tetapi untuk benih cukup diangin – anginkan atau dikeringkan di dalam oven suhu 60­ 0C. - Pemisahan kulit buah dilakukan dengan menggunakan tangan atau mesin. Selanjutnya, biji dikeringkan setiap hari sampai benar – benar kering (kadar air 7 – 10 %). Setelah kering, biji disimpan di dalam kantong plastik. Kantong – kantong plastik tersebut dimasukkan ke dalam karung plastik yang ditutup rapat menggunakan tali, kemudian disimpan di atas lantai beralas bata atau papan. Kemasan harus dihindarkan dari kontak langsung dengan lantai agar tidak lembab. 4. Produktivitas Jatropha curcas Produktivitas biji Jatropha curcas bergantung kepada kesuburan tanah. Seperti tanaman lainnya, semakin subur lahan maka produktivitasnya juga tinggi. Meskipun demikian, tanaman ini memiliki kelebihan yaitu dapat bertahan hidup dalam kondisi kekeringan yang ekstrim. Menurut Hartono, 2006, produksi biji per hektar pada tanah normal sebesar 2.500 kg, dapat menghasilkan minyak sekitar 30 – 35 % atau 830 kg. Dan menurut Syah, 2006, 75 kg minyak jarak pagar menghasilkan 71,88 kg biodiesel. Dari kedua data tersebut di atas dapat diperkirakan bahwa untuk memproduksi biodiesel sebanyak 8 ton, diperlukan biji ± 25.000 kg. Menurut Hartono, 2006, pada tanah normal dengan jarak tanam 2m x 2m yang jumlah tanamannya per hektar berkisar 2.500 tanaman, dan produksi biji per pohon per tahun adalah ± 5 kg. Sehingga biji sebanyak 25.000 kg ( pabrik kapasitas 8 ton ) diperlukan lahan sekitar 740 hektar. II. Proses Pembuatan Biodiesel dari Jatropha curcas Dalam proses pengolahan biji jarak menjadi biodiesel, dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu : 1. Proses Pembuatan Crude Jatropha Oil (CJO) - Biji jarak dibersihkan dari kotoran dengan cara dicuci secara manual atau masinal (dengan mesin). - Biji direndam sekitar 5 menit di dalam air mendidih, kemudian ditiriskan sampai air tidak menetes lagi. - Biji dikeringkan dengan menggunakan alat pengering atau dijemur di bawah matahari sampai cukup kering, kemudian biji tersebut dimasukkan ke dalam mesin pemisah untuk memisahkan daging biji dari kulit bijinya. - Daging biji yang telah terpisah dari kulitnya, digiling dan siap untuk dipres. Lama tenggang waktu dari penggilingan ke pengepresan diupayakan sesingkat mungkin untuk menghindari oksidasi. - Proses pengepresan biasanya meninggalkan ampas yang masih mengandung 7 – 10 % minyak. Oleh sebab itu, ampas dari proses pengepresan dilakukan proses ekstraksi pelarut, sehingga ampasnya hanya mengandung minyak kurang dari 0,1% dari berat keringnya. Pelarut yang biasa digunakan adalah pelarut n – heksan dengan rentang didih 60 – 70 0C. - Tahap ini menghasilkan Crude Jatropha Oil (CJO), yang selanjutnya akan diproses menjadi Jatropha Oil (JO). 2. Proses Pembuatan Biodiesel a. Reaksi Esterifikasi CJO mempunyai komponen utama berupa trigliserida dan asam lemak bebas. Asam lemak bebas harus dihilangkan terlebih dahulu agar tidak mengganggu reaksi pembuatan biodiesel (reaksi transesterifikasi). Penghilangan asam lemak bebas ini dapat dilakukan melalui reaksi esterifikasi. Secara umum reaksi esterifikasi adalah sebagai berikut : (Klik di sini) Pada reaksi ini asam lemak bebas direaksikan dengan metanol menjadi biodiesel sehingga tidak mengurangi perolehan biodiesel. Tahap ini menghasilkan Jatropa Oil (JO) yang sudah tidak mengandung asam lemak bebas, sehingga dapat dikonversi menjadi biodiesel melalui reaksi transesterifikasi. b. Reaksi Transesterifikasi Reak

MINYAK KEDELAI SEBAGAI SUMBER BIODISEL



Latar Belakang

Sebagaimana diketahui bahan bakar dari fosil terbatas sedangkan permintaan terhadap energi meningkat, maka riset untuk bahan bakar alternatif yang dapat diperbaharui. terus meningkat. Biodiesel, sebagai satu minyak diesel alternatif, terdiri dari rantai panjang ester asam lemak (FAME) yang diturunkan dari minyak nabati lemak hewan, ini menjadi lebih menarik oleh karena manfaatnya dalam lingkungan dan fakta bahwa itu dibuat dari sumber yang dapat diperbaharui. Mengingat biodegradabilitasnya dan tidak beracun, produksi biodiesel dianggap menguntungkan juga menurunkan penurunan emisi CO, SOx, hidrokarbon dan materi partikulat tidak dibakar selama proses pembakaran.
Biodiesel disintesis dari transesterifikasi langsung minyak nabati, di mana trigliserida bereaksi dengan alkohol rantai yang pendek dengan adanya katalisator. Reaksi transesterifikasi dapat digambarkani sebagai berikut:

Biodiesel komersil dihasilkan dari sumber dapat diperbaharui yang termasuk minyak rapa dan minyak kedelai, yang yang terdiri atas C14–C20 trigliserida asam lemak. Trigliserida-trigliserida ini dikonversi (diubah) menjadi alkil ester dan gliserol oleh reaksi transesterifikasi dengan alkohol rantai pendek, pada umumnya metanol. Transesterifikasi minyak nabati dengan metanol dapat dilakukan dengan katalis asam atau basa.
Normalnya, kebanyakan biodiesel disediakan dengan menggunakan katalis basa homogen, seperti kalium hidroksida, natrium hidroksida, seperti juga alkoksi kalium dan sodium. Meskipun demikian katalis asam asam cocok jika minyak nabati mempunyai kandungan asam lemak bebas yang tinggi dan lebih banyak air, waktu untuk bereaksi itu sangat lama (48–96 jam ) bahkan pada titik didih alkohol, dan perbandingan molar yang antara metanol/minyak (30– 150:1). katalisis basa lebih disukai dibanding katalis asam yang menggunakan asam sulfonat atau hidroklorik asam, karena bersifat korosif dan aktivitas yang lebih rendah. Secara industri, hidroksida-hidroksida sodium atau kalium adalah biasanya yang terpilih sebagai katalis karena relatif murah dan juga sangat aktif tetapi agak sulit untuk menghilangkan dan memisahkan katalis dengan produk. Oleh karena itu perlu dikembangkan katalis heterogen.

Hasil Studi Beberapa Peneliti Tentang Katalis Yang Digunakan
Ramalinga et al. Melaporkan bahwa yodium dapat mengkatalisasi transesterifikasi minyak nabati dengan metanol di bawah temperatur yang rendah. Haitao dan Wenlei Xie (2007) melakukan studi penggunaan katalis logam/I2, terutama Zn/I2, ternyata didapat hasil bahwa Zn/I2 mengkatalisasi transesterifikasi dari minyak kedelai dengan metanol secara efisien pada suhu rendah.
Keuntungan metoda iini adalah: operasinya sederhana, suhu operasi yang digunakan rendah dan konversinya tinggi.
Banyak jenis-jenis dari katalis heterogen, seperti basa oksida logam alkali tanah berbagai senyawa logam alkali mendukung alumina atau zeolit dapat mengkatalisasi reaksi transesterifikasi. Urutan aktivitas antar katalis oksida alkali tanah seperti berikut BaO > SrO > CaO >MgO. MgO mempunyai aktivitas rendah di dalam transesterifikasi minyak nabati menjadi biodiesel. CaO menghasilkan suatu laju reaksi yang lambat dan diperlukan sekitar 2 jam untuk mencapai keadaan setimbangan. Peterson melaporkan CaO-MgO menghasilkan aktivitas katalitis yang lebih tinggi dibanding serbuk CaO untuk mengubah bentuk minyak rapa menjadi biodiesel, tetapi MgO menyebabkan pembentukan sabun di pada proses reaksi. BaO tidak sesuai untuk proses ini karena ini berbahaya dan dapat dilarutkan oleh metanol [21–24]. Untuk kebanyakan katalis alkali, unsur yang aktif akan dengan mudah berkarat dengan metanol dan mereka memperlihatkan umur hidup katalisator pendek.
SrO dapat mempercepat banyak reaksi kimia, seperti pasangan oksidatif metana (gas), oksidasi selektif sejenis metan, reaksi nitroaldol dan campuran reaksi tishchenko. Ini tidak larut di dalam metanol, metil ester minyak nabati. Beberapa studi menggunakan SrO sebagai suatu katalisator basa padat untuk menghasilkan biodiesel.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan SrO sempurna yang dipertunjukkan aktivitas dan stabilitas katalitis karena sifat basa yang kuat dan memiliki waktu hidup katalisator yang lama, dan karena tak larut larut di dalam metanol. Sebagai suatu katalisator basa yang padat, SrO mengurangi biaya produksi biodiesel dan memiliki potensi untuk diterapkan yang pada industri pada transesterifikasi dari minyak nabati menjadi biodiesel. (Xuejun Liu, Huayang He, Yujun Wang dan Shenlin Zhu, 2007)

Referensi :

Xuejun Liu, Huayang He, Yujun Wang dan Shenlin Zhu, 2007. Transesterification of soybean oil to biodiesel using SrO as a solid base catalyst. Catalysis Communications 8 (2007):1107–1111.